Monday, June 2, 2014

Manuskrip Pengalihan Masa







Entah, bagaimana aku bisa sebodoh ini mengenali diriku sendiri. Aku tak punya cukup logika memaparkan apa yang terjadi, apa yang semestinya aku lakukan untuk melangkah dan keluar dari sini, aku tak tau.  Aku tak kenal siapa diriku, tak bisa bedakan mana  peluk mana tikam, aku disihir  berulang kali, hingga sadarku tak lagi teratur. Sebetulnya aku ingin sekali berlari ke arah sana, kearah manapun! Aku ingin lepas!! Aku ingin hilang!
Aku ingin melenyapkan bayangnya di ruang kerja di dalam otak ku.
Tapi apa daya, dia terlalu tangguh untuk dimusnahkan.
Aku seperti ikan kecil yang berada dalam aquarium, bersembunyi dan melarikan diri kemanapun, aku pasti tertangkap. Aku seperti bersembunyi dalam gelap, tapi dia bawakan matahari untuk menyorot ruang persembunyianku, aku tak bisa mengelak, aku tertangkap!
Sepertinya dia punya banyak sekali cara menemukan aku.
Dia punya banyak jalan, banyak sekali!
Dimana dia bisa sangat leluasa memilih jalan yang dia gunakan untuk memperdaya logika ku. Aku bersua pada malam, pada pagi, pada siang, pada petang, pada berbagai macam bagian waktu.
Tapi tak satu pun diantaranya yang layak menjadi tempat persembunyian paling aman.
Meski tak secara fisik dia mencari ku, tapi ini menyakitkan.
Mungkin aku yang masih congkak mengabungkan nalar dan perasaanku.
Dia sudah hilang, secara fisik dia sudah sangat jauh menghilang dari hadapanku.
Kenyataanya bagai aku berada di punggung bumi dan ia diatas kepala langit. Sangat jauh!!!
Tapi entah, apa yang membuat aku gila. Semua hal sepele mampu mengahdirkan ia, bahkan mampu lebih dekat dari daun dan embun.
Ah,, dia tak tampak raga tapi sama saja jika dia masih ada dalam pikirku.
Ia tak tampak secara nyata dihadapanku, tapi sama saja jika bayangnya masih menjadi siluet di antara diamku. 
Aku menata sadarku sedikit demi sedikit, perlahan-lahan. Mudah-mudahan semesta tak ber-angin kecang dan merobohkan. Aku menarik layar dan bersedia terombang ambing lagi, mudah-mudahan badai tak sekejam bayangnya dalam ingatku.
Aku mengatur nafas dan berusaha tegar, untuk beberapa kalimat ini. Untuk semua sikap yang aku pilih.
Aku mempersembahkan gerak ku untuk diam, aku mempersembahkan hidupku untuk mati, aku mempersembahkan ingatku untuk lupa. Mempersembahkan cerita singkatku untuk mengabadikan. Untuk menghargai proses dalam diri. Aku menyediakan persembahan alakadarnya. Untuk persembahan paling tepat pada konflik.
Kini aku mepersembahkan ini untukmu. Untuk menandai bahwa setidaknya ada cerita yang melibatkan kita. 
Berpendarlah, aku menunggu kabar baik tentang cahaya kisahmu dengan siapapun. Kini aku tak perlu terlalu dalam mengulasnya, karena semakin dalam dan memaparkannya satu demi satu, sama saja dengan menelan bom waktu.
Aku belajar dari semua persoalan yang sebetulnya aku buat rumit sendiri, aku sebetulnya tak perlu mengebu-gebu melupakan, karena semakin ingin melupakan akan semakin ingat.
Aku sama sekali tak perlu bersembunyi, karena sejatinya dia tak pernah mencari. Hanya aku telah tak sadar mengundangnya melalui cara-cara memalukan, melalui ingatan yang sebenarnya hanya pantas diingat, bukan didramatisir. Apapun yang kau berikan dalam ingatku, aku tau pasti bahwa kau adalah bagian dari proses menuju masa pengenalan diri.
Apapun caramu hadir disini, aku tau persis bahwasanya kau ingin menyapaku dengan penuh kewajaran yang indah.
Hidup adalah pengalihan dari masa ke masa.   
Aku masih mengenalimu, kau gadis yang baik hati, hinga sampai dimasa ini, kau masih sama.
Senang bisa menulis ini, artinya masih ada yang bisa diceritakan dan ini mengenai dirimu.
Sampai jumpa lain waktu...