Wednesday, September 18, 2013

Masih Pahit Kopi? atau ......

Dentum musik, lalu lalang manusia dengan berbagai persoalan, gemerlap sudut kota, kopi panas yang sengaja ditunggu untuk menyapu gundah tentang cinta.
Duduk perkara yang siap dikaji dalam diam diantara pahitnya kopi, meja-meja yang disetubuhi cangkir dengan para tuan dengan putung rokoknya, juga udara dingin yang menjelma menghangat alakadarnya,
dari sudut sana, pria dengan meja penyangga kopi panasnya, seperti yang lainnya yang memang selalu mengimbangi setiap sedu kopinya dengan hisapan rokok. Banyak orang berkata kekasih kopi adalah rokok, tapi aku beranggapan kontras dengan mereka, kekasih kopi adalah note kecil untuk menuliskan atau menggambarkan sesuatu, seperti itulah kira-kira.

Hiruk-pikuk, canda dan tawa orang-orang disela percakapan, semua ini tidak merubah sedikitpun suasana hatiku.
Aku tau, ada sesuatu yang harusnya tidak terjadi, aku juga tau rasanya lebih pahit dari kopi yang sesekali aku sedu ini, mungkin juga lebih pekat dari kopi ini, lalu apa namanya?
Entahlah, nalarku terlalu pendek untuk menjelaskannya, teleskopku tidak cukup canggih untuk melihat semua ini, mungkin mata hati yang bisa melihatnya jelas, tapi entah kapan..
kalau saja aku bisa menulis semuannya malam ini, mungkin akan selesai menjelang fajar, itupun tidak semuanya terpapar jelas. ahhh sudahlah,, lebih gampangnya sebut saja ini rindu.
Tapi ini bukan seperti rindu yang dimiliki manusia seperti biasanya, ini maha rindu untuk kekasih di ranah mimpiku, untuk orang yang selalu aku ceritakan kemarin, namanya Anna.
Sayang dia sudah lenyap dari peradaban, entahlah...
Mungkin ini sekenario semesta, mungkin yang belum kubaca...

Bodohnya, berkali-kali semua ini mencabik seluruh rongga bahkan setiap sudut pola pikirku, aku tidak tau jelas apa yang membuat ini semua datang dan menimpaku, yang jelas kopi pahit ini tidak akan mampu menjawabnya, terus perlu aku bercerita kepada malam ketika aku seperti ini? sepertinya itu hal bodoh.
Persetan, aku bisa menghadapinya sendiri tanpa ada genangan air dari sudut mataku, aku lupa nama air itu, yang jelas aku tidak ingin membasahi sudut mataku dengan cerita konyol ini.
Ya aku akui, dengan penuh rasa hormat, aku sadar bahwa dia adalah warna yang sulit dipudarkan apalagi dilenyapkan, melupakan jelas tidak mungkin, tapi setidaknya masih ada senyum diakhir lambaian tangan, kita akan pulang ke arah berlawanan, dengan cerita kita masing-masing.

Sudahlah, kopiku sudah mulai dingin, aku juga sudah malas memaparkan ini lebih dalam, takut sesuatu tumbuh subur kembali, bukan apa-apa, ini karena Anna sudah tenggelam dalam laut orang lain dengan segala macam terumbu karang yang indah dan air yang suci.
Semoga ia berenang-renang anggun disana.

Aku tidak pernah menyesal merasakan rindu ini, aku juga tidak pernah jera mencicipi pahit rindu dan menikmatinya perlahan, sampai habis! seperti kopi ini.

Dan benar, aku selalu menyempatkan rindumu mampir di ingatanku, meskipun pergi lagi....