Entah, bagaimana aku bisa
sebodoh ini mengenali diriku sendiri. Aku tak punya cukup logika memaparkan apa
yang terjadi, apa yang semestinya aku lakukan untuk melangkah dan keluar dari
sini, aku tak tau. Aku tak kenal siapa
diriku, tak bisa bedakan mana peluk mana
tikam, aku disihir berulang kali, hingga
sadarku tak lagi teratur. Sebetulnya aku ingin sekali berlari ke arah sana,
kearah manapun! Aku ingin lepas!! Aku ingin hilang!
Aku ingin melenyapkan bayangnya
di ruang kerja di dalam otak ku.
Tapi apa daya, dia terlalu
tangguh untuk dimusnahkan.
Aku seperti ikan kecil yang
berada dalam aquarium, bersembunyi dan melarikan diri kemanapun, aku pasti
tertangkap. Aku seperti bersembunyi dalam gelap, tapi dia bawakan matahari
untuk menyorot ruang persembunyianku, aku tak bisa mengelak, aku tertangkap!
Sepertinya dia punya banyak
sekali cara menemukan aku.
Dia punya banyak jalan, banyak
sekali!
Dimana dia bisa sangat leluasa
memilih jalan yang dia gunakan untuk memperdaya logika ku. Aku bersua pada
malam, pada pagi, pada siang, pada petang, pada berbagai macam bagian waktu.
Tapi tak satu pun diantaranya
yang layak menjadi tempat persembunyian paling aman.
Meski tak secara fisik dia
mencari ku, tapi ini menyakitkan.
Mungkin aku yang masih congkak
mengabungkan nalar dan perasaanku.
Dia sudah hilang, secara fisik
dia sudah sangat jauh menghilang dari hadapanku.
Kenyataanya bagai aku berada di
punggung bumi dan ia diatas kepala langit. Sangat jauh!!!
Tapi entah, apa yang membuat
aku gila. Semua hal sepele mampu mengahdirkan ia, bahkan mampu lebih dekat dari
daun dan embun.
Ah,, dia tak tampak raga tapi
sama saja jika dia masih ada dalam pikirku.
Ia tak tampak secara nyata
dihadapanku, tapi sama saja jika bayangnya masih menjadi siluet di antara
diamku.
Aku menata sadarku sedikit demi
sedikit, perlahan-lahan. Mudah-mudahan semesta tak ber-angin kecang dan
merobohkan. Aku menarik layar dan bersedia terombang ambing lagi, mudah-mudahan
badai tak sekejam bayangnya dalam ingatku.
Aku mengatur nafas dan berusaha
tegar, untuk beberapa kalimat ini. Untuk semua sikap yang aku pilih.
Aku mempersembahkan gerak ku
untuk diam, aku mempersembahkan hidupku untuk mati, aku mempersembahkan ingatku
untuk lupa. Mempersembahkan cerita singkatku untuk mengabadikan. Untuk
menghargai proses dalam diri. Aku menyediakan persembahan alakadarnya. Untuk
persembahan paling tepat pada konflik.
Kini aku mepersembahkan ini
untukmu. Untuk menandai bahwa setidaknya ada cerita yang melibatkan kita.
Berpendarlah, aku menunggu
kabar baik tentang cahaya kisahmu dengan siapapun. Kini aku tak perlu terlalu
dalam mengulasnya, karena semakin dalam dan memaparkannya satu demi satu, sama
saja dengan menelan bom waktu.
Aku belajar dari semua
persoalan yang sebetulnya aku buat rumit sendiri, aku sebetulnya tak perlu
mengebu-gebu melupakan, karena semakin ingin melupakan akan semakin ingat.
Aku sama sekali tak perlu
bersembunyi, karena sejatinya dia tak pernah mencari. Hanya aku telah tak sadar
mengundangnya melalui cara-cara memalukan, melalui ingatan yang sebenarnya
hanya pantas diingat, bukan didramatisir. Apapun yang kau berikan dalam
ingatku, aku tau pasti bahwa kau adalah bagian dari proses menuju masa
pengenalan diri.
Apapun caramu hadir disini, aku
tau persis bahwasanya kau ingin menyapaku dengan penuh kewajaran yang indah.
Hidup adalah pengalihan dari
masa ke masa.
Aku masih mengenalimu, kau
gadis yang baik hati, hinga sampai dimasa ini, kau masih sama.
Senang bisa menulis ini,
artinya masih ada yang bisa diceritakan dan ini mengenai dirimu.
Sampai jumpa lain waktu...
2 comments:
based on true story?
wil, iki piye lek ngelike tulisanmu iki? ajari rek nulis ngene iki
Post a Comment